Senin, 14 April 2014

mine....

Harta? Bicara tentang harta, apasih yang biasanya terbersit pertama kali? Mungkin beberapa orang menjawab kekayaan yang melimpah, rumah besar, mobil mewah, dan kekayaan material yang lain. Namun bagi saya, harta yang paling besar adalah keluarga. Setuju sekali dengan lirik sebuah lagu yang mengatakan bahwa "harta yang paling berharga adalah keluarga". Keluarga diberikan dan dipilihkan langsung oleh Alloh. Tidak main-main. Semua telah diatur oleh-Nya. Siapa ibu kita, siapa bapak kita, siapa kakak kita, dan siapa adik kita.

Saya berasal dari sebuah keluarga sederhana di desa. Sejak kecil tumbuh di lingkungan desa dengan penuh kesederhanaannya. Mungkin di luar sana ada yang menghabiskan masa kecilnya dengan berbagai mainan canggih nan mewah. Tidak bagi saya. Setiap hari bermain di lapangan, sawah, bahkan sungai. Bukan permainan mewah, justru jauh dari itu. Bahkan saya lebih memilih bermain bersama teman-teman di sawah atau lapangan, main senapan kayu, main kasti, atau mencari ikan di sungai daripada menonton TV. Sebenarnya saat itu sedang jamannya main PS. Sebagai anak-anak tentu saja saya juga pengen. Tapi bapak selalu menolak untuk membelikan kami. :D Bapak menawarkan barang lain, yang penting bukan PS. Begitu katanya. Ngomong-ngomong soal Bapak, beliau adalah sosok yang perhatiaaaaan banget sama anak-anaknya. Beliau bahkan tidak sungkan untuk melakukan hal-hal yang biasa ibu lakukan. Entah kenapa, mungkin karena bapak lebih aktif dibandingkan ibu (ibu adalah sosok yang pendiam), kami bertiga (saya, kakak, dan adik) lebih dekat dengan bapak. Semasa masih sekolah dulu, bapak yang rajin membangunkan saya, menyisir dan mengikat rambut saya, menyuapi saya, mengantar ke sekolah ( kalau kesiangan), membantu saya mengerjakan PR, dan masih banyak lagi. Beliau bisa menjadi seorang bapak, ibu, sekaligus seorang guru. Bapak juga seorang yang sederhana. Teringat betul ketika saya menunggu bapak di sekolah adik. Waktu itu bapak sedang menghadiri acara pengumuman sekaligus perpisahan di SMP adik saya. Saya menunggu di luar. Saya menguhubungi bapak berkali-kali. Tapi tidak ada respon. Berjam-jam saya menunggu di luar. Ketika acara sudah selesai, bapak keluar bersama adik saya. Saya bertanya mengapa bapak saya telpon dan sms tidak merespon. Jawaban bapak, "Bapak malu.HP nya kan jelek" Jleb.. Ada air mata yang sudah siap menetes di pelupuk mata. Kebetulan di SMP adik saya kebanyakan orang-orang kaya. Mobil mewah,  apalagi hanya sekadar urusan. HP. Sedangkan HP bapak, hanya bisa telfon dan sms, suaranya pun masih mono. Bapak selalu menolak membeli HP baru yang lebih bagus, dan selalu menawarkan kepada kami. Pernah saya ditanya, HP teman-teman saya apa. Apakah bagus-bagus. Butuh beli HP baru tidak. Untungnya, saya termasuk orang yang cuek dengan hal ini. Saya tidak begitu mempedulikannya. Begitu khawatirnya bapak pada saya, kalau-kalau hp saya paling jelak dan saya jadi minder. Bapak juga yang paling sabar. Demi kami anak-anaknya, beliau rela setiap pagi menembus udara dingin mengantarkan kami menunggu bus, rela hujan-hujanan menjemput kami sepulang sekolah saat sudah tak ada lagi angkutan umum, dan yang paling saya ingat, beliau rela mengantar saya ke tempat les, dan menunggu saya sampai pulang. Beliau menunggu dengan sabar di masjid agung. Semua itu beliau lakukan agar saya bisa masuk ke sekolah yang bagus, sesuai harapan beliau. Beliau selalu berpesan kepada kami, "yang bisa bapak ibuk berikan cuma ilmu, bukan harta. Masa depan kalian bukan untuk bapak ibuk, tapi untuk kalian sendiri kelak. Yang akan menikmatinya juga kalian sendiri." Dari situlah kami selalu berusaha untuk belajar dengan baik. Saya sendiri berusaha untuk tidak mengecewakan mereka (bapak dan ibuk:red). Yaa walaupun saya mungkin masih belum membuat mereka bangga, setidaknya saya sudah berusaha dan tidak membuat mereka kecewa...

(to be continued)

0 komentar:

Posting Komentar